Penulis : Anila Imroatul Ma'rifati Sulcha (Kader PMII Rayon Averouce Komisariat Tarbiyah cabang Surabaya Selatan)
Usia kemerdekaan Indonesia telah mencapai 76 tahun, mulai 17 Agustus 1945 hingga 17 Agustus 2021. Kemerdekaan Indonesia merupakan zaman kejayaan bangsa Indonesia tentang negerinya sendiri, dimana keberadaan masyarakat bebas memberikan kontribusi tanpa campur tangan negara lain. Berdiri tegak dengan ideologi Pancasila, segala kehidupan berlandaskan UUD 1945, dan membawa semboyan "Bhineka Tunggal Ika" tentu saja menjadi ciri khas tersendiri bagi Ibu Pertiwi dalam peradaban dunia. Walaupun saat ini sebenarnya keadaan Indonesia sedang tidak baik-baik saja, sebab segala permasalahan satu demi satu muncul seketika apalagi sebab pandemi COVID-19 yang belum juga berakhir menyebabkan semua masih dalam keadaan berantakan.
Problematika yang telah disampaikan pada keterangan diatas merupakan gambaran umum yang mana kita perlu merefleksikan diri agar tidak mudah terpengaruh oleh keadaan yang membuat gaduh. Berbicara kemerdekaan Indonesia tentu saja bukan sesuatu hal yang mudah untuk di raih, para pahlawan berjuang sampai titik darah penghabisan di medan perang hanya demi nama INDONESIA. Beberapa pahlawan Indonesia yang berjuang saat itu merupakan golongan santri dan kyai, yang mana peran mereka sangat besar. Jika kita kembali mengingat masa itu, 22 Oktober 1945 telah terjadi resolusi jihad NU yang mana peran utama adalah beliau semua, keinginan beliau semua kepada rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dari tangan Kolonial Belanda saat Perang Dunia ke-II saat itu. Jadi, jika membicarakan tengang pahlawan nasional Indonesia santri dan kyai juga berperan andil didalamnya.
Melangkah terkait santri, saat ini santri Indonesia telah digadang-gadang sebagai mata air peradaban dunia. Artinya dalam peradaban dunia santri adalah pelopor para kaum muda - mudi untuk membawa Indonesia berperan sebagai aktivis di kancah dunia. Perputaran zaman menyebabkan kehidupan manusia ikut bersifat dinamis, sehingga sangat tidak mungkin bila manusia tidak boleh dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dikarenakan tertinggalnya manusia oleh zaman, maka akan banyak kemungkinan problematika baru yang muncul sehingga terjadi kewalahan pada pihak yang mengalami. Sekarang ini, ranah digital menguasai zaman manusia. Kebanyakan dari bahasa kerennya disebutkan sebagai digitalisasi. Digitalisasi merupakan penggunaan teknologi digital dan data-data yang telah di-digitisasi untuk memengaruhi cara penyelesaian sebuah pekerjaan, mengubah cara interaksi perusahaan-pelanggan, serta menciptakan aliran pendapatan baru (secara digital). Segala macam kehidupan manusia saat ini tidak jauh dari ranah digital, seperti berkomunikasi, berbisnis, bersekolah, berpolitik, bahkan beragama pun dunia digital membawa urgensi besar didalamnya.
Melihat keadaan tersebut, tentunya sebagai kaum muda - mudi yang tergabung dalam kalangan santri millenial kita tidak boleh tinggal diam. Santri Indonesia yang millenial harus mampu mengikuti arus perkembangan zaman yang luar biasa ini. Bukan lagi hanya perihal mengaji, namun para santri di era sekarang di tuntut untuk faham tentang segala kehidupan manusia, seperti memahami isu-isu politik, menjalani ekonomi kreatif, memperhatikan kesehatan yang telah diberikan aturan tentang protokol kesehatan sebagai pedomannya, bahkan dalam ranah pendidikan pun kita perlu merubah mindset untuk menjadi aset agar tidak terjadi monotonisme terhadap perkembangan zaman. Apalagi, dunia telah di kabarkan bakal memasuki era Society atau zaman 5.0, dimana tenaga manusia tidak lagi dibutuhkan namun teknologilah yang perlu dikembangkan. Menjawab tantangan seperti ini, sebagai santri millenial tidak lagi tidur di pesantren dalam ekspektasi indahnya. Sudah saatnya bangun melakukan aksi gerakan perubahan secara nyata dalam mewujudkan ekspektasinya. Ekspektasi yang dimaksudkan disini, sebagai santri millenial tentunya memiliki angan-angan yang sama seperti layaknya kaum muda-mudi berpendidikan tentang bagaimana negara ini akan menjadi lebih baik dan mau dibawa kemana arahnya.
Tentu saja tidak mudah, santri harus mengekspresikan dengan eksekusi dari segala rencana atau ekspektasinya tersebut. "Ekspektasi tanpa Eksekusi hanyalah Halusinasi" begitulah kira-kira kalimat bijaknya. Setiap manusia punya strategi sendiri dalam merealisasikan angan-angannya. Berbicara ala santri, ekspektasi yang diwujudkan dalam bentuk eksekusi di era society tentunya nanti tidak jauh-jauh dari dunia digital seperti pada pembahasan sebelumnya. Misalkan dengan mengadakan pelatihan publik speaking untuk membangun karakter santri yang mana diperlukan kemampuan tersebut sebagai pendorong untuk menjadi yang terdepan. Kemampuan ini bisa di eksekusi secara pelatihan online dan offline. Selain itu, santri juga perlu diajarkan bagaimana cara mereka untuk mengaplikasikan ekonomi kreatif, misal saja dengan membuka usaha sendiri di pondok pesantren tentang penjualan kitab. Disini tidak sekedar berbisnis saja, namun santri mampu berkompetisi serta berkolaborasi dengan pihak-pihak lain terkait bisnis yang dijalankannya. Di beberapa yang paling urgensinya berpengaruh adalah tentang pendidikan & agama yang mana dalam lingkup pondok pesantren 2 hal ini tidak dapat dipisahkan. Saat ini sudah banyak pondok pesantren modern yang menggunakan sistem digital untuk pendidikan Islam. Mulai dari sekolah madrasah hingga sekolah umumnya tidak lagi ujian akhir semester menggunakan kertas, namun menggunakan laptop atau komputer beriringan dengan sambungan WiFi dengan kecepatan tinggi. Hal ini merupakan bentuk dari ekspektasi yang diwujudkan dalam bentuk eksistensi dengan tujuan kebaikan pondok pesantren dan santri-santrinya di masa yang akan datang.
Banyak sekali tantangan santri di era 5.0 ini, tidak hanya dalam lingkup pondok pesantren tetapu juga di ranah dunia. Sebab sejatinya kehidupan santri mayoritas ada di pondok pesantren. Ekspektasi santri merupakan salah satu inovasi yang diberikan untuk negeri. Santri yang berpotensi, berproses dan berprogres dengan baiklah yang mampu mewujudkan ekspektasi dengan eksekusi demi menjawab tantangan era society menggunakan cara mereka. Harapannya, santri tidak lagi hanya berdiam diri menghadap kitab, namun juga perlu melihat dan menggemparkan cakrawala dunia.
0 Komentar