Gambar: Presiden Joko Widodo bermama Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto
Pandemi Covid-19 tidak boleh menghentikan transformasi besar ekonomi yang tengah dilakukan oleh pemerintah, yakni ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi.
Sudah berapa ratus tahun kita mengirim bahan mentah ke luar, utamanya ke Eropa. Sejak zaman VOC. Ini harus kita hentikan. Dan kita sudah mulai dengan menghentikan ekspor nikel berupa bahan mentah dan menggantinya dengan bahan jadi dan setengah jadi. Setelah nikel, menyusul bauksit, tembaga, dan sebagainya.
Jika nikel diekspor dalam bentuk bahan mentah, maka hanya akan menghasilkan USD1 miliar atau setara Rp14-15 triliun. Setelah pelarangan ekspor bahan mentah itu, akhir tahun kemarin ekspor kita untuk besi baja -- yang merupakan turunan dari nikel -- menghasilkan USD20,8 miliar atau Rp300 triliun. Dari Rp15 triliun melompat menjadi Rp300 triliun dan membuka lapangan pekerjaan yang banyak sekali.
Kebijakan penghentian ekspor bahan mentah tambang ini bukanlah tanpa tantangan. Pada awalnya, Indonesia dikecam oleh negara-negara lain, dan diadukan hingga ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Namun, Indonesia tidak akan menghentikan kebijakan tersebut.
Kita ingin nilai tambah itu ada di Tanah Air sehingga selain memberikan penerimaan negara yang makin besar berupa pajak, royalti, penerimaan negara bukan pajak, juga bisa membuka lapangan kerja yang sebesar-besarnya.
Sumber: WA Group Forum Kebangsaan
0 Komentar