JAKARTANEWS.MY.ID, JAKARTA - Hadir sebagai pembicara dalam seminar internasional yg diselenggarakan oleh ILUNI SKSG-UI, antara lain Prof. Dr. Satya Arinamto SH., MH., Guru Besar Universitas Indonesia; Arief Budiman, S. S., SIP., MBA, Ketua Komisi Pemilihan Umum (Periode 2017-2021); Dr. Connie Rahakundini Bakrie, akademisi, pengamat militer; Dr. Polit. Sc. Henny Saptatia Drajati Nugrahani, MA, Dr. Hasto Kristiyanto, tokoh politik. Dengan moderator Dr. Puspitasari S. Sos., MSi. Tema seminar internasional “The Political Parties’ Roles in Promoting The World Peace and Justice” diselenggarakan secara hybrid di Royal Ambarrukmo Hotel, Yogyakarta (4 Juli 2022), dihadiri sekitar 120 peserta luring dan 460 daring. Seminar internasional ini dibuka oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, SE., MA., PhD., dan sambutan atas nama Panitia Ketua Program Studi S3 SKSG UI, Dr. Drs. A. Hanief Saha Ghafur, MSi.; Rektor Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Garuda Wiko, S.H., M.Si.; Rektor Institut Bisnis dan Multimedia ASMI Kolonel Dr. Freddy Rumambi, M.M.; Rektor Universitas Panca Bhakti Kalimantan Barat Dr. Purwanto S.H., M.H.; Dekan dari Universitas Pertahanan Mayjen TNI Dr. Pujo Widodo, MSi.; Ketua ILUNI Sekolah Pascasarjana UI Dr. Audrey G. Tangkudung, dan Kepala Biro Humas dan KIP UI Amelita Lusia.
Dalam sambutan, Rektor UI mengatakan bahwa topik yg dibahas dalam seminar ini sangat relevan mengingat dalam beberapa minggu ini suasana dan suhu politik nasional sedang hangat. “Sejumlah pimpinan partai politik saling berkunjung, saling menjajaki kerja sama menjelang pemilu 2024. Peristiwa-peristiwa politik dalam negeri ini sangat menarik untuk dikaji, dianalisis, dan selanjutnya dibuat tulisan ilmiah berupa jurnal dan prosiding,” ujarnya.
Ia menyebut partai-partai politik kiranya tidak hanya sibuk dengan permasalahan internal, tetapi dapat lebih berkontribusi dalam penyelesaian konflik dan permasalahan dunia. Ketika dunia saat ini sedang berada dalam situasi ketidak-pastian, ambigu, putusnya rantai pasok energi, dan terjadinya perang Rusia-Ukraina di Eropa, masyarakat global menantikan peran partai politik. “Tindakan nyata yg dilakukan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam kunjungannya ke Eropa, terutama ke Ukraina dan Rusia yg tengah berkonflik, merupakan salah satu contoh bahwa meskipun bukan pemimpin partai politik, namun Presiden Joko Widodo turut aktif memberi teladan dalam mengupayakan keadilan dan perdamaian dunia,” kata Prof. Ari.
Pada sesi 1, pemaparan pertama disampaikan oleh Prof. Satya Arinamto dengan topik “Some Notes on Political Parties and Democracy in Indonesia”. Dalam kesimpulan presentasinya, Prof. Satya memaparkan bahwa pada era Orde Baru, demokrasi di dalam pemerintah belum dapat diwujudkan melalui partai politik, karena sejak tahun 1975 pemerintah dan DPR (DPR) menerapkan UU Nomor 3 Tahun 1975 yg membatasi jumlah partai politik dan Golongan Karya menutup kemungkinan pembentukan partai politik baru. Baru pada era reformasi, penyelenggaraan negara melalui pemberdayaan parpol menjadi lebih demokratis.
Berikutnya, Hasto Kristiyanto menyampaikan topik “Partai Politik dan Demokrasi: Peran Partai Politik dalam Perjuangan Keadilan dan Perdamaian Dunia”. Menurutnya, ideologi dalam konteks demokratisasi merupakan jiwa dan dasar pembentukan karakter partai politik. Salah satu butir dari kesimpulan yang disampaikan Hasto bahwa dgn memahami tujuan bernegara dan saripati Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa untuk dunia, setiap parpol harus jalankan peran strategis perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru yg telah dirintis Bung Karno. Selanjutnya, Arief Budiman membahas topik “Partai Politik dan Demokrasi, Menuju Pemilu dan Pilkada Serentak 2024”. Ia memberi catatan terkait pemilu dan pemilihan serentak 2024 yg damai dan berkeadilan, antara lain bahwa sejatinya, politik itu untuk rakyat, bukan untuk politisi. Politik uang, hoaks, dan isu SARA kemungkinan masih akan mengemuka pada proses kontestasi selama Pemilu dan Pemilihan, baik secara digital maupun konvensional. Selain itu, netralitas ASN, TNI, dan Polri perlu mendapat perhatian karena bisa menjadi titik rawan konflik, dan politik identitas kita seharusnya NKRI.
Ketika membahas tentang “Demokrasi, Hubungan Sipil Militer & Perdamaian, Telaah Singkat Faktor ESP Sebagai Elemen Pemaksa Terjadinya Korosi Demokrasi”, Dr. Connie Rahakundini Bakrie menyampaikan bahwa demokrasi dianggap sebagai agen menuju tegaknya perdamaian. Dengan demokrasi, negara akan condong pada perdamaian.
Dalam pandangannya, fungsi militer di dalam sebuah negara demokrasi mempertahankan kedaulatan wilayah, sedang fungsi pertahanan yg dilaksanakan militer diletakkan dalam rangka membela kedaulatan negara & rakyat, keberlangsungannya, serta menjaga perdamaian. Ia memaparkan, teori perdamaian demokratik menyediakan justifikasi intelektual dengan hubungan sipil-militer berimbang untuk benar menyimpulkan bahwa demokrasi mendukung perdamaian dunia.
Namun, jika melihat perkembangan situasi dunia sejak 5 bulan terakhir, khususnya dalam kaitan Perang Rusia-Ukraina, perlu ditelaah kembali untuk menjelaskan mengapa negara demokrasi tetap berperang. Menurutnya, hubungan sipil militer ibarat filosofi Yin-Yang, yakni dua kekuatan yang berbeda karakter, namun saling membutuhkan dalam sebuah negara. Yin dan Yang tersebut indah dan terhormat pada tempatnya, sedangkan jika mencampurkan dua aliran energi, akan menghadirkan kekacauan aliran, akibatnya kematian. Sesi 1 ditutup lewat pemaparan yang disampaikan oleh Dr. Polit.Sc. Henny Saptatia Drajati Nugrahani, M.A., dengan topik Political Parties and Democracy. Pada Sesi 2, dilakukan di empat ruangan lain dengan pembicara dari dalam negeri dan dari University Italy, Universitas Islam Pakistan, Australian National University, dan National ChengChi University (Taiwan).
Sumber: Press releases Humas UI - Selasa, 5 Juli 2022 | 12:53 WIB
0 Komentar